Skip to main content

Visi dan Misi Lembaga Pendidikan



Makna dan arti pendidikan telah diketahu, sekarang sedikit lebih spesifik dapat saya tuliskan beberapa hal terkait dengan arti penting ’visi’ dan ‘misi’ bagi suatu lembaga pendidikan.

Setiap lembaga atau organisasi pada hakikatnya harus mempunyai visi, hal ini dikarenakan karena visi merupakan:“sebuah gambaran tentang masa depan dimana sebuah organisasi akan berada”. Visi akan menjelaskan yang akan terjadi atau dicapai oleh organisasi (baca: lembaga pendidikan) pada masa depan dan harus menjelaskan mengapa akan menjadi seperti itu. Sangat wajar jika dalam implementasinya, visi menghadapi beberapa hambatan, hambatan tersebut antara lain:
  1. Past syndrom, sindrom masa lalu, tepatnya gambaran tentang suatu keadaan dimasa lalu yang begitu dramatis sehingga membentuk memori kuat yang akan mempengaruhi tindakan sekarang, 
  2. Position, suatu anggapan bahwa visi hanya dimiliki oleh orang (organisasi) yang memiliki kemapanan dan kehebatan tertentu, 
  3. Pressure, tekanan-tekanan yang muncul juga akan menjadi sebuah hambatan dalam mewujudkan visi yang ditetapkan, pernyataan yang berbentuk tekanan seperti: “untuk apa kita punya visi?, yang pentiing realistis jangan terlalu idealis”
  4. Problem, masalah yang dihadapi bisa jadi menimbulkan kekhawatiran membuat sebuah visi. (Reza M. Syarief, 2005) 
Adapun misi dijelaskan sebagai: “hal yang menjabarkan esensi dari niat organisasi dan menjelaskan kapan, di mana dan bagaimana merealisaikan visi tersebut”. Misi berfungsi sebagai panduan dalam menyusun rencana kerja jangka panjang dan pendek.
Pendek kata, visi dan misi bisa menjadi sarana penyatuan persepsi dan cita-cita sebuah sekolah, karena sebuah visi dan misi setidaknya memenuhi dua persyaratan: 
Sejalan dengan kebutuhan harapan masyarakat (stakeholder) dan mampu mengakomodasi perubahan dan perkembangan di masyarakat

Pertanyaannya: apakah setiap lembaga pendidikan memiliki visi dan misi sebagai batu pijakan dalam menghadapi melaksanakan apa yang disebut dengan  proses pendidikan?

Comments

Popular posts from this blog

Muallimin dulu, sekarang dan nanti

   Baru saja, tanpa sengaja saya menemukan sebuah leaflet tentang Muallimin Yogyakarta, saya perkirakan dicetak pada tahun 1994-an, karena di halaman belakang jumlah asramnya baru 5 tempat (asrama dekat masjid Al-barokah). Biasa-biasanya pertama menemukannya, ah.. masih ada to buku lama pikirku. Tetapi ada sesuatu yang menarik di halaman sebelum terakhir, yaitu halaman yang memuat komentar Alumni (Prof., DR. Syafii Maarif, DR. Khoiruddin Bashori., Drs. Med, Athailla A. Latif dan Zamroni A.S.,B.A.).    Buya Syafii menceritakan bagaimana kebesaran Mu’allimin sebagai sebuah mercusuar yang dikenal dalam proses pembentukan KEPRIBADIAN dan wawasan keagamaan yang diasuh oleh ulama-ulama beken seperti: KH. Jazari Hisyam, KH. Mahfudzh Siradj, Kyai Balia Umar dan sebagianya. Dalam komentarnya, Buya Syafii menegaskan akan penting Muallimin sebagai sekolah yang diperlukan dalam memberikan fondasi kepribadian dan wawasan keagamaan bagi calon-calon pejuang Islam di Neger

Sebuah Buku dan Kakek (bag. 2)

Rasa penasaran saya mulai sedikit terjawab ketika saya pulang (5-7 April 2012),  saya menyempatkan diri bermain ke rumah nenek, dan kebetulan ada bude yang datang, kemudian terjadi obrolan antara kami (nenek, ibu, paman dan bude (yang kebetulan alumni Madrasah Mu'allimaat tahun 60’an?) tentang tentang kakek, yang saya penasaran karena belum pernah bertemu.. obrolan ini akan saya buat menjadi sebuah catatan petite history, catatan berupa rangkaian cerita yang menghilangkan bentuk dialog murni seperti halnya ada dalam sebuah obrolan/percakapan yang membentuk alur cerita. Alkisah , kakek adalah satu-satunya anak lelaki (juga menjadi anak pertama) dari 9 bersaudara, dilahirkan pada tahun 1912  (tahun ini saya rasa hanya perkiraan belaka) di Karang Tengah, Wonosari, Gunungkidul. Tidak ada keterangan lebih detail  bagaimana kehidupan beliau dimasa kecil, tetapi ada suatu kejadian yang menarik bahwa suatu saat ketika beliau sedang di kebun tiba-tiba terlintas dalam benaknya bahwa kal

Mari Sekolah Tanpa Kekerasan

     Judul tulisan ini bisa jadi satu keganjilan bagi sebagian orang, pasalnya, suatu keganjilan ketika ada sekolah yang menyuburkan tindakan kekerasan!. Lalu sebenarnya apakah kekerasan itu betul-betul ada dalam suatu lembaga pendidikan yang seharusnya mengedepankan nilai-nilai kebersamaan atau keadilan bagi anggota sekolah tersebut (pendidik, tenaga kependidikan dan siswa)? Kalau diibaratkan, sekolah adalah suatu keluarga. Ini yang perlu disadari oleh semua orang yang turut serta dalam proses pendidikan disebuah lembaga pendidikan, apapun bentuk lembaga tersebut!       “dunia ini adalah panggung sandiwara”, mungkin ada yang pernah mendengar lagu yang dilantunkan oleh Nicky Astria (alm) pada tahun 90-an?.. ya, dunia ini pada hakikatnya merupakan panggung sandiwara yang besar, dimana didalamnya banyak sekali jenis pemain. Sekolah (dalam konteks tulisan ini) merupakan panggung sandiwara!, pemainnya terdiri atas: Penindas (subyek), Tertindas (obyek) dan Penonton.