Kegagalan
saya pergi ke Purwokerto, membuat saya terpikir untuk pergi ke Lampung, selain
sudah setahun tidak kesana lagi-lagi kebetulan disana ada temen juga, malamnya
saya online, saya ngobrol dengan adik kelas saya yang berasal dari
lampung, ujung-ujungnya saya bertanya kondisi angkutan dari Jogja ke Lampung. Apa jawabnya? Setali tiga uang, kondisi angkutan
dari Jogja ke lampung saat liburan akhir tahun seperti ini juga ramai dan
padat!!.
Akhirnya, saya putuskan untuk tidak kemana-mana,
terpikirkan untuk pulang saja esok harinya. Dan saya kemudian tidur… paginya (Kamis,
29 Desember 2011), ada beberapa
sms dari temen kuliah yang masuk di hape (sebut namanya IHSAN):
IHSAN : “Neng
ndi posisi?” (dimana posisi?)
SAYA :
“masih di jogja, gimana?”
IHSAN : “jadi ke Purwokerto?”… “yang datang siapa
saja?”… “terus acarane kapan? yang sudah dijogja siapa saja?”
SAYA : “gak
jadi ke purwokerto, untuk pertemuan di Jogja, kita lihat saja nanti, coba
hubungi kang X dan Y”
IHSAN :
bewwwh… kok gak jelas begini gimana? Aku sudh di Jogja ki? Wkwkwkwk…
Sms lain ada aja yang berbunyi: “selamat datang di kota
satria!”, saya bales: “waduuh, maaf nih, batal ke purwokerto karena kehabisan
tiket”, dibales lagi: “Huuu.. Ra mutu”…. Saya Cuma nyengir saja baca sms
balesan itu. Hehehe
kiri-kanan: temen di Purwokerto, ahli manajemen konflik, dan Ihsan |
Ketika saya menungguin tas teman yang lagi wudhu, dari
kejauhan (diselasar masjid), saya melihat ada seorang anak muda (bertubuh
coklat-gelap khas Indonesia, bertampang wajah ‘kampung’, polos, berpakaian
sederhana_antara baju dan celana tidak sesuai dari segi keelokan busana)
menenteng sebuah boks plastik cukup besar dan tertempel kertas, yang kemudian
saya ketahui kertas diboks itu bertuliskan “SUSU KEDELAI RP. 1500”. Anak muda
ini berjalan dengan langkah tidak terlalu cepat (untuk tidak dikatakan gontai)
menuju tempat wudhu, dalam hati saya sudah kepikiran bawa anak muda nan
sederhana ini PASTI Mahasiswa yang nyambi jualan!!, apakah feeling saya
bener?
Anak muda tersebut berjalan kearah tempat wudhu _dan
otomatis harus lewat ditempat saya berdiri menunggu temen yang sedang berwudhu,
saya pandangi saja anak muda tersebut (bukan pandangan mengancam, tetapi
pandangan rasa kagum dan salut loh..:)). Mungkin karena merasa dipandangi penuh
rasa ingin tahu, anak muda tersebut melempar senyum balasan khas orang
kampung(an) kepada saya.._saya katakan kampungan bukan bermaksud melecehkan,
tetapi kampungan dalam arti senyum ketulusan dan kepolosan yang seringnya
dijumpai ketika bertemu seseorang disebuah kampung yang jauh dari hiruk pikuk
‘kekotoran’ Kota.
Dengan tetap tersenyum, dia mendekat kearah saya,
disinilah saya kemudian membuka percakapan,
Saya (S) :
“mas, jualan ya?”
Anak muda (AM) :
“iya pak” (sial.. kenapa anak ini panggil saya pak?, batin saya :D)
S :
“masnya kuliah di sini (UIN Sunan Kalijaga)?’
AM : “iya
pak, saya kuliah disini’
S :
“semester berapa dan faklutas apa?’
AM :
‘saya baru semester 1 pak, kuliah di fakultas Tarbiyah…’
S :
‘wah, luar biasa… jujur saja, saya salut dan bangga zaman ini masih ada orang
kayak mas
AM :
‘terima kasih pak, ya beginilah pak…’
S :
‘lah emang masnya dari mana asalnya?’
AM : ‘dari Ngawi pak’ (Ngawi merupakan
salahsatu Kabupaten di Jawa timur, jika anda hendak ke Surabaya dari Jogja atau
Solo, pasti lebih suka melalui daerah ini
S :
“lah masnya jualan apa saja?”
AM : ‘ini
pak, ada susu kedelai, sama roti’
S :
‘loh kok kayak sudah habis dagangannya?’
AM :
‘Alhamdulillah pak, tinggal 3 roti’
Kemudian AM tersebut menceritakan secara singkat
bagaimana lika-liku dia berjualan, mulai pemesanan barang (susu dan roti),
hingga boks yang ‘hanya’ titipan, hingga strategi dia memilih barang-barang
dagangan yang disesuaikan dengan kondisi (misal liburan, dia akan lebih banyak
memilih barang yang tahan lama 2-3 hari jika kemungkinan tidak terjualnya lebih
besar. Tersellipnya juga informasi bahwa ada satu-dua dosen yang beli
kepadanya, juga teman-temannya.
Sempet saya menanyakan pada dirinya, “masnya gak malu
kalo pas jualan dilihat temen-temennya?”, mahasiswa itu menjawab polos:’
pertama kali sih malu pak, tetapi lama kelamaan sudah biasa”. Dasar saya emang
sering bergaul dengan para pendidik, akhir kebawa juga sikap ‘mendidik’nya,
dengan keluarnya kata-kata: “wah, bagus tuh mas, sikap anda sudah betul, jangan
malu.. toh yang anda kerjakan tidak semua orang bisa kok.. lagipula,
orang-orang kaya sering lahir dari latar belakang manusia yang tidak takut malu…
^_^”..
‘amiiin pak, doakan yaa pak’ timpal mahasiswa itu
dengan senyum kepolosan. “penting jangan dilupakan kewajiban belajarnya ya” saya membalas. Mahasiswa itupun berlalu
hendak menunaikan ibadah salat dzuhhur di masjid, dan temen saya juga selesai
berwudhu … oiya, saya juga sempet bicara
tentang sedikit latar belakang mahasiswa tersebut. Sepanjang pengakuannya, dia
ke Jogja untuk kuliah dengan mayoritas biaya sendiri (saya tidak tahu entah
benar atau tidak, tapi dari wajah polosnya sih kayaknya beneran..)… “kamu pasti
anak sulung?” tanya saya, mahasiswa itu menjawab: “iya pak, saya punya dua
adik, keduanya dirumah, masih sekolah”… sebelum dia melanjutkan, saya potong
saja: “bagus kalau begitu, apa yang kamu lakukan sangat bagus menjadi contoh
bagi kedua adikmu, the show must go on.. teruskan ya, saya yakin kamu
berhasil kok, saya doakan deh..:).
Selesai berwudhu, dan sepanjang masuk ke masjid… saya
celingukan cari mahasiswa itu, ada sesuatu yang mengganjal dihati… di dalam
masjid juga saya tidak bisa menemukan sosok yang bawa boks, saya tidak tahu
entah dimana dia… saya MENYESAL tidak membeli sisa 3 butir roti jualan
mahasiswa itu, aih-aih.. walaupun habis pulang dari kantin, perut cukup
terisi..
Sekalipun tidak akan makan roti itu karena sudah
kenyang, muncul pertanyaan: “kenapa saya enggan sekedar membeli roti itu??! How
stupid I am?!, bukankah penjual itu mahasiswa yang perlu uang?”.. kenapa saya
tidak mau menyisihkan barang beberapa ribu saja untuk membeli roti, bukankah
kalo saya beli roti itu, roti itu bisa saya makan di lain hari, bisa dikasih
temen lain… kenapa dan kenapa lainnya silih berganti menghiasi pikiran?”
Benarlah kata orang-orang tua:
-
Kalau niat berbuat baik, secepatnya realisasikan, jangan menunggu
diwaktu nanti dan nanti, kenapa? Karena kamu akan menyesal… menyesal itu pasti
jatuhnya setelah kejadian, bukan diawal!.
Saya pun mengambil pelajaran dari obrolan ini:
-
‘Open mind’ akan membuat diri kita nyaman bicara dengan siapapun _bahkan
dengan orang yang baru kita kenal, kejujuran juga sangat indah, ketulusan akan
membantu kita memahami orang lain
-
Masih banyak orang yang mementingkan ilmu dibandingkan materi….
Ah… untung temen saya ngajak ke XXI, dengan filmnya
mbah sherlock holmes… karena letih dan celakanya, berada di kursi depan
sehingga kurang nyaman bagi saya, sempet juga mata saya merem.. J
feewh...
ReplyDelete