Skip to main content

Sebuah Buku dan Kakek (bag. 1)



Tulisan ini bermula dari rasa penasaran saya terhadap sebuah buku tulisan seorang pelajar Madrasah Mu'allimin, rasa penasaran ini berawal dari ditemukannya tanda tangan dan nama kakek di buku tersebut (kakek dari Ibu yang tidak pernah saya temui sejak saya lahir karena beliau meninggal sebelum saya lahir). Hal menarik apakah sehingga saya begitu tertarik dengan buku dan tanda tangan tersebut? Alasan-alasan berikut akan sedikit menjawab ihwal pesona buku tersebut muncul.
  1. Buku tersebut berjudl ‘ilmu faraid’ (tentang pewarisan dalam pandangan hukum Islam) yang ditulis dalam bahasa Indonesia, padahal disaat yang sama, tulisan sejenis lebih didominasi bahasa Arab. Hal ini menunjukkan kepiawaian penulis buku dalam menguraikan pokok permasalahan yang populer dalam bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penulis buku tersebut menguasai dengan cukup baik bahasa ArabBuku tersebut ditulis oleh seorang pelajar Madrasah Mu'allimin (tentang Madrasah Mu'allimin lihat link berikut ..), untuk ukuran pelajar tingkat menengah/lanjut, tentu saja sangat luar biasa sekali dapat menulis sebuah buku
  2. Asal tahu saja, buku tersebut dicetak pada tahun 1939!, terdiri hanya belasan halaman, tulisan dalam bahasa Indonesia ejaan lama, beberapa kata arab dicetak dalam tulisan arab yang sangat bagus, untuk memudahkan pemahaman pembaca, buku tersebut dilengkapi dengan diagram!, bayangkan pembaca, pada tahun 1939, sudah ada penulis dikalangan pelajar yang membuat konsep diagram dalam sebuah tulisan berbentuk buku. Sekedar info, walaupun buku tersebut cuma terdiri <30 halaman, tetapi lebih banyak bila bandingkan dengan surat kabar harian yang pada waktu itu hanya terdiri atas 1-2 halaman saja.
  3. Buku tersebut dicetak oleh HB (Hoofbestuur_pimpinan pusat) Moehammadijah bagian Taman Poestaka, dan sekali lagi ini membuktikan bahwa pencetakan buku yang berbahasa Indonesia tersebut ternyata menjadi bukti kuat bahwa Muhammadiyah sudah tidak asing menggunakan bahasa Indonesia dikalangan pelajarnya. Jadi apakah masih ada yang meragukan komitmen Muhammadiyah dalam membentuk negara ini _buku tersebut terbit 6 tahun sebelum bangsa ini memproklamasikan kemerdekaannya?
  4. Selain fakta bahwa buku tersebut merupakan buku tertua yang pernah saya pegang, poin lain yang membuat rasa penasaran saya begitu kuat adalah mengapa kakek saya dapat memiliki buku tersebut, padahal kakek saya bukan alumni Madrasah Mu'allimin, bukan pula sosok yang berasal dari perkotaan (Kota Jogja)….
... (bersambung)


Comments

  1. yaah itulah hidayah dari Allah,yg jelas kakek tersebut hatinya bersih hanya mencari ridha Allah coba renungkanlah surat Al Baqarah ayat 213.kira-2 begitu!!!

    ReplyDelete

Post a Comment

silahkan berkomentar

Popular posts from this blog

Muallimin dulu, sekarang dan nanti

   Baru saja, tanpa sengaja saya menemukan sebuah leaflet tentang Muallimin Yogyakarta, saya perkirakan dicetak pada tahun 1994-an, karena di halaman belakang jumlah asramnya baru 5 tempat (asrama dekat masjid Al-barokah). Biasa-biasanya pertama menemukannya, ah.. masih ada to buku lama pikirku. Tetapi ada sesuatu yang menarik di halaman sebelum terakhir, yaitu halaman yang memuat komentar Alumni (Prof., DR. Syafii Maarif, DR. Khoiruddin Bashori., Drs. Med, Athailla A. Latif dan Zamroni A.S.,B.A.).    Buya Syafii menceritakan bagaimana kebesaran Mu’allimin sebagai sebuah mercusuar yang dikenal dalam proses pembentukan KEPRIBADIAN dan wawasan keagamaan yang diasuh oleh ulama-ulama beken seperti: KH. Jazari Hisyam, KH. Mahfudzh Siradj, Kyai Balia Umar dan sebagianya. Dalam komentarnya, Buya Syafii menegaskan akan penting Muallimin sebagai sekolah yang diperlukan dalam memberikan fondasi kepribadian dan wawasan keagamaan bagi calon-calon pejuang Islam di Neger

Sebuah Buku dan Kakek (bag. 2)

Rasa penasaran saya mulai sedikit terjawab ketika saya pulang (5-7 April 2012),  saya menyempatkan diri bermain ke rumah nenek, dan kebetulan ada bude yang datang, kemudian terjadi obrolan antara kami (nenek, ibu, paman dan bude (yang kebetulan alumni Madrasah Mu'allimaat tahun 60’an?) tentang tentang kakek, yang saya penasaran karena belum pernah bertemu.. obrolan ini akan saya buat menjadi sebuah catatan petite history, catatan berupa rangkaian cerita yang menghilangkan bentuk dialog murni seperti halnya ada dalam sebuah obrolan/percakapan yang membentuk alur cerita. Alkisah , kakek adalah satu-satunya anak lelaki (juga menjadi anak pertama) dari 9 bersaudara, dilahirkan pada tahun 1912  (tahun ini saya rasa hanya perkiraan belaka) di Karang Tengah, Wonosari, Gunungkidul. Tidak ada keterangan lebih detail  bagaimana kehidupan beliau dimasa kecil, tetapi ada suatu kejadian yang menarik bahwa suatu saat ketika beliau sedang di kebun tiba-tiba terlintas dalam benaknya bahwa kal

Mari Sekolah Tanpa Kekerasan

     Judul tulisan ini bisa jadi satu keganjilan bagi sebagian orang, pasalnya, suatu keganjilan ketika ada sekolah yang menyuburkan tindakan kekerasan!. Lalu sebenarnya apakah kekerasan itu betul-betul ada dalam suatu lembaga pendidikan yang seharusnya mengedepankan nilai-nilai kebersamaan atau keadilan bagi anggota sekolah tersebut (pendidik, tenaga kependidikan dan siswa)? Kalau diibaratkan, sekolah adalah suatu keluarga. Ini yang perlu disadari oleh semua orang yang turut serta dalam proses pendidikan disebuah lembaga pendidikan, apapun bentuk lembaga tersebut!       “dunia ini adalah panggung sandiwara”, mungkin ada yang pernah mendengar lagu yang dilantunkan oleh Nicky Astria (alm) pada tahun 90-an?.. ya, dunia ini pada hakikatnya merupakan panggung sandiwara yang besar, dimana didalamnya banyak sekali jenis pemain. Sekolah (dalam konteks tulisan ini) merupakan panggung sandiwara!, pemainnya terdiri atas: Penindas (subyek), Tertindas (obyek) dan Penonton.